Sunday, June 10, 2007

Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang,,,,,???

Angkringan (SA LEMBAR DESEMBER)

Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang,,,,,???

Sore itu cuaca memang sangat gelap, mendung pun terasa semakin pekat. Angin kencang berhawa dingin terasa menyentuh kulit, ya memang sudah seminggu ini hujan kerap mengguyur Jogja. Begitupun grobak angkringan mas Dumeh yang terlihat sangat lusuh dari kejauhan mata memandang, seakan terus memangil untuk sekedar singgah menikmati segelas teh hangat di tengah kegelapan sore yang mengharukan.

“Wah masih jam 4 sore kok dah gelap ya” Tanya lirih dalam hati The Cool yang saat itu baru saja terbangun dari tidur siangnya panjang. Bergegas dia ambil sepeda bututnya dan seketika mengayunkannya menuju grobak lusuh angkringan milik mas Dumeh. Dari kejauhan terdengar sebuah lagu lama dari radio mini mas Dumeh yang selalu setia menemani para pelanggan yang datang. “kasih ibu, kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali bagai Sang Surya menyinari dunia” sebuah lagu romansa yang menceritakan cinta kasih seorang ibu yang tiada duannya. “ngopo eee mas kok sore-sore mewek” sapa The Cool kepada mas Dumeh yang sedang melamun. “ga papa, wong ak lagi meresapi lagu ini kok!” jawab sendu mas Dumeh. “iya tuh Cool, sejak denger lagu kasih ibu mukanya langsung cemrengut” saut pak Mustaqim dari balik grobak.

“eh pak Mustaqim, iya tuh pak kok mukanya kaya orang nahan tangis gitu deh” jawab The Cool seketika. “duh kalian ini menggangu lamunanku saja, lagu tadi mengingatkanku pada ibuku di kampung, sudah dua Lebaran ku gak pulang neh” jawab Dumeh sambil mengucek matanya yang mulai memerah. “oh gitu toh mas Dumeh, wah sama donk, aku juga sudah lama tak pulang, habisnya ga di kasih ma pacarku” lanjut The Cool. “weleh-weleh jadi disini ada dua pemuda yang lagi rindu ibunya toh, 22 Desember besok bukanya hari ibu ya?”saut pak Mustaqim yang konon katanya anti-Poligami. “iya po pak? Ak gak lupa eeee, ga pernah lihat tanggalan soalna, biasanya setiap hari ibu aku selalu mengirimkan ibuku setangkai bunga mawar lewat jasa teman di Jakarta loh pak!!!”timpal The Cool. “jangan ngapusi kamu Cool, tampang kaya kamu mana pernah inget Ibumu, wong kerjaanmu pacaran mulu!!!”Dumeh menanggapi dengan serius.

Loh, jangan lihat tampangnya donk, aku kan sangat sayang pada ibuku, lebih-lebih setelah aku merantau kesini, aku baru sadar bahwa begitu besar arti seorang ibu bagiku, dulu waktu ia dekat tak pernah aku memperhatikannya palingan kalo lagi butuh duit saja, selebihnya tak pernah kuhiraukan, bahkan hari ulang tahunnya saja aku tak tau. Tetapi tidak untuk sekarang, aku baru menyadari betapa bodohnya aku dulu, setiap dimintai tolong aku selalu minta imbalan, setiap dinasehati aku selalu melawan, setiap diberi selalu minta lebih. Padahal tak pernah ibuku meminta imbalan dari nyawa yang ia petaruhkan untuk melahirkanku, dari setiap tetes keringat yang ia keluarkan untuk mengurusku, setiap detik waktu yang ia habiskan membesarkanku, setiap lembar uang yang dihabiskan untuk memenuhi kebutuhanku dan setiap utaian doa yang ia panjatkan kepada Tuhan atas berkahnya untukku karena hanya ada satu alasan ia lakukan semua itu yaitu cinta dan kasih sayang yang tak terhingga sepanjang masa, percis seperti lagu ya barusan” curhat The Cool yang tanpa ia sadari air matanya telah mendahului tetesan hujan yang jatuh membanjiri grobak mas Dumeh.

“loh,loh,loh kok jadi kamu yang curhat Cool, pake nangis segala lagi, apa kata orang nanti, dikira aku lagi yang nangisin kamu!!”tanggap Mas Dumeh dengan nada meledek. “wah, bapak jadi ikut terharu denger ceritamu nak, bapak jadi teringat dengan almarhumah ibunya bapak yang sudah meninggal setahun yang lalu. Bapak bersyukur kalau kamu sudah menyadari kekeliruanmu selama ini, mumpung kamu masih diberikan waktu dan kesempatan oleh-Nya. Ya, jangan menyesalnya belakangan seperti bapak dulu” ceramah Pak Mustaqim dengan penuh kesenduan dengan sorot mata yang mulai berkaca-kaca.

“hix,hix,hix, iya pak, saya juga tidak mau menyesalinya dikemudian hari. Tuh mas Dumeh dengerin tuh apa kata pak Mustaqim, jangan jadi anak durhaka yang gak pernah sungkem sama ibunya di kampung, hehehe” sahut The Cool dengan penuh canda sambil menghapus bekas air matanya yang masih tersisa dan melekat dipipinya. “huhuhu, dasar kamu Cool menimpalkan kesalahan pada orang lain, tetapi yang jelas aku ga separah kamu yang tidak berbakti pada ibumu, ya kamu itu yang sebenernya durhaka, untung ga dikutuk jadi batu kamu” mas Dumeh mencoba membela diri.

“HAHAHAHAHAHAHAHA”mereka tertawa bersama-sama sebagai penutup topik pembicaraan di sore itu. Tetapi tiba-tiba saja HP the Cool berdering “halo bu, kabar Cool baik-baik saja,,,,ya nih bu, Cool gak punya duit, yang kemarin sudah habis buat ini, itu, anu,dll. Ayo bu segera kirimin uang bu, pokoknya Cool gak mau tau,,$^%*%($#^#% ya ibu,,,,pokonya harus” rekaman percakapan The Cool dengan ibunya yang coba disadap olek mas Dumeh dan pak Mustaqim. “huhuhuhu, dasar kamu Cool katanya menyesal dan udah sadar, kok masih gitu sama ibumu” gerutu mas Dumeh dengan penuh kecewa yang meihat tingkah laku The Cool. Pak Mustaqim pun tak dapat berkata apa-apa selain hanya menggeleng-gelengkan kepalanya yang mulai dipenuhi uban. “hehehehehe, maaf saya lupa kalau saya sudah sadar, heheheheh!!!!

“GUBRAK!!!!@$$^&%#&#(&&%!@”suara hati mas Dumeh dan Pak Mustaqim yang diiringi lagu “tik,tik,tik bunyi hujan diatas genteng” sebuah lagu yang terpancar dari radio dengan umur setengah abad milik mas Dumeh yang sekaligus menutup mendungnya sore di hari itu. (Rian)

No comments: